Menumbuhkan Optimisme: Sudut Pandang Anies Rasyid Baswedan

05.47

Pak Anies saat melakukan Refleksi Kelas Inspirasi Yogyakarta tahun 2014 (Foto oleh Maman Agosto)
Kamis dan Jumat merupakan dua hari pertemuan saya langsung dengan Pak Anies. Beliau sedang memiliki banyak agenda di kota kelahiran sekaligus kota yang menempanya hingga saat ini. Hari pertama, saya habiskan dengan mendengarkan beliau saat bedah buku biografi. Hari kedua, berbagi pandangan mengenai bangsa dengan Najwa Shihab serta 4 narasumber hebat lainnya. Dua hari itu saya habiskan dengan terkagum dan terlalu konsentrasi sampai lupa mencatat.

Bukan hanya karena sosok dan kemampuannya untuk menjadi rektor termuda di usia 38 tahun. Lebih dari itu, saya cinta hasil kerja beliau. Nyata dan menggerakkan. Siapa yang tak kenal Indonesia Mengajar. Siapa yang secara cuma-cuma menjadi relawan Rp 0 dan ikut turun tangan. Kalau bukan karena kami terinspirasi dengan beliau, pergerakan itu mungkin masih menjadi mimpi bangsa Indonesia.

Saya terbantu dengan akun teman-teman @turuntanganYK yang mendokumentasikan kata-kata beliau di dua hari itu. Saya ingin berbagi apa yang saya dengar. Membagi apa yang saya pahami dari perkataan Pak Anies. Saya tak ingin Anda mendukung sosok Anies. Hanya saya ingin Anda merenungkan kata-kata beliau ke dalam diri saya pribadi dan Anda. Sebagai bagian dari penentu perubahan di Indonesia.

Memang tidak perlu banyak bicara. Kehadiran Anda semua lebih dari seribu kata-kata.

Memaknai perkataan ini, saya merasa bahwa selama Indonesia sudah terlalu banyak kata. Siapa yang tak ingat peristiwa saling lempar puisi karena partai politik yang merasa tinggi hati. Mereka saling menyudutkan sudut lain, menganggap tak tau diri di sudut lain. Lalu berapa banyak kehadiran para wakil rakyat itu untuk mengurusi bangsanya. Kalau hadir saja tak mampu, bisa kan menjadi bagian dari representasi warga.

Fall in like tidak harus dilanjutkan dengan fall in love. Bukan I love you full, tapi I love you almost full.

Ini memang bukan bagian langsung dari optimisme bangsa tapi optimisme mencintai seseorang. Perlu juga untuk disebarkan. Ini kata-kata Pak Anies yang menjadi favorit saya. Jika kita mencintai seseorang maka berikanlah ruang untuk cinta itu tumbuh. Kebanyakan orang yang kasmaran akan mengikuti falsafah cinta dari lagu almarhum Mbah Surip. I love you full. Iya ya benar juga, jika cinta itu penuh maka apa lagi yang kita cari. Saat masih ada ruang untuk tumbuh, dua orang yang bertautan perasaannya akan berusaha untuk lebih baik. Saat itu lah cinta itu tumbuh. Aaaah, romantis.

Indonesia dibangun berdasarkan gagasan dan semangat. Kita sendiri yang sering underestimate padahal dunia melihat Indonesia dengan luar biasa. Jangan hobi memangkas kepercayaan diri sendiri. Jangan tutupi tapi lihat sisi lain yang harus kita lihat.

Kita lebih silau dengan semua yang berbau luar negri. Banyak stigma lahir seperti orang bule lebih pintar dari kita. Produk luar negeri selalu lebih bagus. No no no. Kalau kalian pernah atau punya teman yang belajar di luar negwri, pandangan kalian mengenai potensi Indonesia pasti akan berubah. Saya agak lupa tapi dari hasil perbincangan dengan teman yang sempat mendapatkan beasiswa ke Jerman dan Korea. Dia mengatakan bahwa ternyata orang disana tak lebih baik dari kita, orang Indonesia. Saat mengikuti perkuliahan disana, teman saya mampu mendapatkan the highest score di kelas. Ya seorang WNI mengalahkan orang-orang di Jerman. Kenapa kita lebih percaya dengan segala berita isi pesimis daripada mengambil kabar-kabar yang berbau optimis.

Yang perlu diperbaiki adalah interaksinya. Interaksi yang berkualitas membuat pendidikan lebih berkualitas. Kurikulum apapun kalau delivery dari guru tidak berubah, maka sama saja. Kualitas guru sangat penting.

Ibaratnya dua alat komunikasi. Ada yang menjadi transmitor dan reseptor. Jika saya salah membahasakannya, tolong dikoreksi. Pendidikan adalah hubungan saling berkaitan antara dua komponen itu. Berlaku sifat saling mempengaruhi dan dipengaruhi. Kalau ingin mendapatkan murid yang cerdas maka gurunya juga harus cerdas sebagai penghantar pengetahuan. Kebanyakan guru masih berada di zona nyaman menggunakan teknik konvensional. Suruh baca, diberi pekerjaan rumah dan dinilai. Selesai. Hal ini akan berlaku juga kepada anak-anak sebagai reseptornya. Disuruh baca, dikerjakan dan mendapat nilai bagus. Pengetahuan hilang tanpa bekas, hanya menjadi goresan tangan di LKS.

Kalau Anda kuliah dan tidak aktif maka Anda merugi. Tapi jika aktif maka Anda sedang investasi untuk masa depan. Manfaat kuliah itu belajar dan perluas jaringan. Bukan masalah cepat lambat lulus tapi seberapa banyak Anda belajar selama kuliah

Seberapa banyak Anda belajar selama kuliah. Kalimat itu terus menggaung di telinga saya. Membakar semangat dan mengukuhkan apa yang telah saya pilih. Untuk bisa berorganisasi di Magister Profesi mungkin menjadi hal yang tidak mungkin. Kami dituntut 24 jam menghabiskan kehidupan kami demi akademis. Baru setengah semester menjalani tuntutan itu, saya mulai gelisah. Kalau bukan saya nekat ambil tanggung jawab di komunitas sekarang, mungkin saya akan tetap jadi mahasiswa biasa yang lulus cepat dan IPKnya cumlaude. Berapa juta mahasiswa lulus cepat dan IPK cumlaude. Jutaaan lebih banyak dari lapisan wafer.

Kenekatan itu yang sekarang membawa saya pada bangsa. Kepada orang-orang yang mengerti bangsa dan peduli dengan isu-isu bangsanya. Menghubungkan saya kepada rantai pergerakan dan menolak urun angan. Hanya menjadi penonton dan duduk manis. Pilihan ini juga bukan tanpa pengorbanan. Tapi bukannya pengorbanan berbanding lurus dengan peluang untuk sukses, kata Arjun ketika menasehati saya.

Jangan takut mengambil dan melewati hal sulit. Itu kesempatan menempa diri. Latihan menghadapi hal berat agar terbiasa dan terasa ringan. Kalau sedang sulit, ingat yang baik-baik.

Lagi lagi, practice makes perfect.

Kita sering heran jika ada orang baik masuk politik tetapi memaklumi orang bermasalah masuk politik. Ubah mindset!

Padahal secara etimologis, politik berasal dari bahasa Yunani polis yang berarti kota atau negara kota. Segala sesuatu yang berhubungan dengan pengambilan kebijakan mengenai negara dapat dikatakan politik. Politik itu kotor? Hei, itu istilah yang kita bangun sendiri. Apa iya mahasiswa yang belajar ilmu politik akan ‘kotor’ jika dia menjadi anggota dewan nanti.

Apa kita mau menyerahkan nasib pengambilan keputusan kepada orang yang tidak kompeten. Hanya karena dia terafiliasi dengan partai tertentu. Ayo, melihat lebih dalam. Apa kalian mau APBN kita dikelola oleh orang yang bermasalah. Sedangkan orang-orang bersih hanya mampu menjangkau lingkaran luarnya. Mulai lah melihat politik sebagai tanggung jawab kenegaraan. Lihat orang bersih yang masuk ke politik sebagai bentuk kepedulian dia kepada negara. Masalah niat tak perlu dipusingkan. Toh niat itu urusan dia dengan Tuhan bukan.

Terakhir dari Pak Anies. Bukan saya yang #LunasiJanjiKemerdekaan tapi kita semua. Jangan pernah menagih tapi mari ikut lunasi. Mari lunasi janji kemerdekaan!

(Artikel ini ditulis pada tanggal 26 April 2014 di Tumblr saya yang lama. Masih pada tahun yang sama, saya mendapat kesempatan untuk menjadi salah satu Pengajar Muda untuk 'melunasi janji kemerdekaan' kata Pak Anies lewat program Indonesia Mengajar)

-MY yang mengagumi, sering berfoto, pernah disemangati dan pernah disambut oleh Bapak-

You Might Also Like

0 comments

Subscribe