Belajar Pendewasaan dari Anak-anak

10.25


Anak-anak belajar di Rumah Citta via eccd-rc.blogspot.com
Pagi itu, saya berkesempatan untuk melakukan pengamatan di salah satu sekolah bernama Labschool Rumah Citta milik lembaga swadaya masyarakat (LSM) lokal di Jogja. LSM itu bernama Early Childhood Care and Development Resource Center (ECCD-RC). Panjang ya namanya, bagaimana kalau selanjutnya kita singkat RC saja.

RC adalah salah satu lembaga yang fokus kepada pendidikan anak usia dini (PAUD). Tidak hanya soal PAUD, RC juga menjunjung tinggi nilai inklusi, kearifan lokal dan ramah lingkungan. Lengkap ya.

Karena menekankan pada nilai inklusi, Labschool Rumah Citta milik RC juga merupakan sekolah inklusi. Arti inklusi adalah kegiatan mengajar siswa dengan kebutuhan khusus pada kelas reguler. Sehingga anak yang belajar terdiri dari anak dengan dan tidak memiliki kebutuhan khusus. Berbagai latar belakang baik secara status ekonomi, agama, ras atau suku.

Saat saya mengamati, anak-anak sedang bermain peran dengan tema mudik Lebaran. Mereka diminta untuk memilih sendiri jenis transportasi yang akan digunakan untuk mudik. Ada yang mudik dengan bus, kereta atau pesawat.

Banyak hal menarik yang terjadi selama saya mengamati. Melihat indahnya keberagaman dalam balutan toleransi. Rasanya orang dewasa seperti saya harus belajar dari anak-anak ini. Di mana saat ini, banyak orang dewasa yang lupa menjalani kehidupan layaknya manusia dewasa.

Menjalankan konsekuensi dari pilihan yang diambil

Semua anak memilih sendiri satu dari tiga jenis transportasi yang diberikan. Tidak ada yang ingin memilih dua atau tiga. Anak-anak berjalan sesuai dengan tempat di mana kendaraan itu ada. Terminal, stasiun atau bandara. Walaupun ada beberapa anak yang kehilangan arah dan nyasar salah ikut rombongan.

Mereka sangat menikmati transportasi yang mereka pilih. Meskipun beberapa kali bertemu dengan rombongan transportasi lain, mereka tidak berpaling. Hanya sekedar melihat dan sedikit berkomentar lalu tetap menikmati pilihannya.

Berapa banyak dari kita yang tidak menghargai kemampuan diri sendiri untuk mengambil keputusan. Melihat orang lain lebih baik dan lupa menikmati apa yang kita pilih. Lebih jauh lagi, ingin kembali ke masa lalu untuk mengubah suatu keputusan. Tidak menjalankan tetapi berusaha melarikan diri dari suatu konsekuensi.

Membantu semua teman

Salah satu anak dengan kebutuhan khusus sedang tak senang hatinya. Dia menolak untuk bergabung dalam lingkaran bersama teman-temannya. Anak perempuan di sampingnya melihat dan langsung memegang tangan si anak.

Anak perempuan itu melakukan tanpa paksaan. Membantu dia masuk ke dalam lingkaran. Akhirnya dia tenang dan bergabung bersama teman-temannya.

Pernahkah kita menilai seseorang dari atributnya, bentuk fisiknya atau warna kulitnya. Membuat kita enggan membantu karena dia memakai jilbab lebar, berkalung salib atau memiliki warna kulit tertentu. Atau ketidaksempurnaan fisiknya yang menghalangi niat baik kita.

Jutaan perpecahan bisa saja dibuat dengan mengotak-ngotakan seseorang dalam kategori tertentu. Agama, suku, ras, kepercayaan. Membuat kita lupa bahwa kita semua manusia. Kita hidup di bumi yang sama.

Mau antre menunggu giliran

Anak-anak yang memilih pesawat dengan tenang menunggu gilirannya tiba. Mereka menunggu di kursi tunggu karena hanya ada tiga pesawat untuk sekitar sepuluh anak. Tenang, tidak ada yang mengganggu temannya yang sedang asyik terbang dengan pesawat-pesawatan.

Antre masih menjadi kebiasaan yang sulit bagi sebagian orang. Saya pernah beberapa kali mengalami penyerobotan. Mulai dari yang mau kembali antre sampai yang akhirnya balik memarahi saya.

Bukan barang baru jika kita melihat berita ini. Warga terjepit karena berdesak-desakan membeli sembako murah. Atau ibu-ibu dan anak-anak luka karena terinjak saat mengambil zakat. Sampai orang yang pingsan dalam desakan antrean.

Bertanggung jawab atas kesalahan yang dibuat

Anak-anak berhamburan menuju lemari untuk mengambil tas. Saatnya istirahat dan makan bekal. Terlalu bersemangat, beberapa anak menjatuhkan tas temannya. Hanya sedikit yang melihat termasuk saya. Anak-anak lain sudah berfokus pada bekalnya masing-masing.

Anak-anak ini menaruh kembali tas yang mereka jatuhkan. Penuh usaha karena beberapa tas mungkin lebih berat dari tas mereka sendiri. Bukan lari dan berpura-pura tidak mengetahui apa-apa.

Pernahkah kita berbelanja dan melihat orang yang menjatuhkan pakaian di toko. Apa yang mereka lakukan. Beberapa memilih berlari sejauh mungkin. Atau menemukan kendaraan kita dalam keadaan lecet seperti jatuh. Tidak ada yang mengaku bertanggung jawab atas hal itu.

Kita juga mungkin sering lari dari tanggung jawab. Menutupi kesalahan. Baru mengakui jika tertangkap basah. Lega jika tidak ada yang melihat. Padahal kita yakin Tuhan selalu memperhatikan gerak-gerik kita.

Jadi apakah anak-anak layak mencontoh orang dewasa sekarang ini. Di mana suguhannya adalah orang saling bertengkar satu sama lain. Menghina dan dijadikan tontonan hiburan di jam utama. Pelaku pelanggar lalu lintas dijadikan idola di dalam sinetron.

-MY yang senang mengamati dalam diam-

Catatan
Situs web ECCD-RC ada di tautan http://eccd-rc.blogspot.co.id

You Might Also Like

0 comments

Subscribe