Terima kasih kepada teman-teman yang bertanya lewat DM Instagram. Kalau bukan karena kalian, mungkin saya (akan sangat) malas membahas ini di blog. Maka teruslah bertanya supaya saya terdorong untuk menulis *wanita dengan motivasi eksternal.
Kami, saya dan Fadli. Melakukan 2 kali acara syukuran. Bukan resepsi? Bukan, kami lebih nyaman menyebutnya syukuran karena konsepnya sederhana dengan tamu yang tak banyak. Tanpa WO (wedding organizer) juga. Panitianya hanya saya, Fadli, orang tua kami, Tante Asri, dibantu beberapa teman.
Syukuran pertama di tanggal 10 Desember 2017. Bertempat di sebuah restoran tradisional Jawa bernama Joglo Mlati. Konsepnya suasana Jawa, akan dibahas di tulisan selanjutnya. Semoga saya tak kehilangan semangat. Doakan!
Syukuran pertama di tanggal 10 Desember 2017. Bertempat di sebuah restoran tradisional Jawa bernama Joglo Mlati. Konsepnya suasana Jawa, akan dibahas di tulisan selanjutnya. Semoga saya tak kehilangan semangat. Doakan!
Syukuran kedua, kami lakukan pada tanggal 16 Desember 2017. Konsep awalnya bertema ‘sederhana’ . Kami ingin syukuran yang nyaman, santai, penuh canda tawa. Lalu saya menemukan padanan kata yang pas untuk konsep kami. Yaitu rumah atau home. Seperti lirik lagu Elvis Presley, Home Is Where The Heart Is. Rumah adalah di mana hatimu berada.
Karena konsepnya dari kami maka pembiayaan juga dari kami. Kalau kata orang Jawa harus sembodo. Mau punya konsep dan diatur sendiri maka harus mau mencukupi apa yang dibutuhkan. Ini yang membuat kami lebih mudah membangun kesepakatan dengan orang tua.
Kebanyakan tamu yang diundang adalah teman-teman kami dan sebagian berasal dari luar kota. Ada juga perwakilan dari keluarga yang datang. Konsepnya rumah jadi kami berdualah tuan rumahnya. Tiap rumah pasti punya ciri khas. Inilah ciri khas suasana rumah yang kami bangun.
Kami Tuan Rumah, Kami yang Menyambut
Lokasi syukuran berada di lantai 9 hotel Neo Malioboro, tepatnya di Sky Lounge. Semua tamu harus menaiki lift dari lobi hotel untuk menuju lokasi. Saat pintu lift terbuka di lantai 9, taraaaa kami adalah orang pertama yang dilihat dan menyapa mereka.
Menyapa balita tampan rupawan, Langit (Dokumentasi Detranium sebelum diedit) |
Disalamin satu-satu di depan lift (Dokumentasi Detranium sebelum diedit) |
Ada hal yang seru saat menunggu pintu lift terbuka. Kami suka menebak-nebak, siapa ya yang datang. Kebanyakan sih malah kami sendiri yang terkejut. Banyak teman yang sepertinya tak dapat hadir, malah hadir. Rasanya terharu melihat mereka datang.
Pengantin merangkap penerima tamu (Dokumentasi Detranium sebelum diedit) |
Kalau ada yang bawa kado bagaimana? Justru langsung kami terima. Kebetulan ada meja panjang di belakang kami. Tempat untuk meletakkan kado. Jadi kami lumayan hapal ini kado dari siapa. Ada juga sofa di belakang kami. Kalau lelah berdiri bisa duduk di sofa.
Masih sempat selfie dengan teman (Dokumentasi Detranium sebelum diedit) |
Tempat yang Nyaman
Tidak dapat dipungkiri, kami menikah di bulan yang tak tentu cuacanya. Kadang panas menyengat, kadang hujan lebat. Menyadari hal itu, kami memilih tempat yang bisa semi outdoor. Jadi ada sisi indoor dan outdoor. Kalau panas, ada AC dan ventilasi udara yang cukup. Kalau hujan tidak membuat tamu kehujanan.
Suasana di dalam ruangan (Dokumentasi Detranium sebelum diedit) |
Suasana di luar ruangan (Dokumentasi Detranium sebelum diedit) |
Sisi kenyamanan juga kami pertimbangkan dari jarak. Memilih tempat yang tidak terlalu jauh dari pusat kota. Hotel Neo ini berada pas di pusat kota, hanya beberapa meter dari Malioboro. Kami juga mempertimbangkan arah kedatangan teman-teman dari luar kota. Kebanyakan menggunakan moda transportasi kereta api. Maka kami pilih lokasi yang dekat dengan stasiun. Jarak dari stasiun Tugu hanya sebatas tengok ke timur sudah terlihat hotelnya.
Makan Sambil Duduk
Pertimbangan ini berdasarkan pengalaman saya sendiri. Kalau kondangan pasti rebutan tempat duduk. Memang kebanyakan konsep kondangan adalah standing party. Tetapi mau makan sambil berdiri koq rasanya kurang nyaman apalagi kalau yang diambil banyak *eh ketahuan.
Suasana duduk di luar (Dokumentasi Detranium sebelum diedit) |
Kami ingin semua orang bisa makan sambil duduk. Tanpa harus was-was kursinya diduduki orang. Mempertimbangkan juga ada Yangti yang sudah sepuh, teman yang hamil, belum lagi teman yang membawa anak. Kalau kita menjamu di rumah, pasti tamu diminta untuk duduk kan. Sesuai dengan konsep kami.
Semua bisa makan dan bercerita sambil duduk (Dokumentasi Detranium sebelum diedit) |
Bisa Bercengkrama dengan Tamu
Apa yang diinginkan tamu ketika berkunjung ke rumah kita? Tentu bertemu dan ngobrol dengan tuan rumahnya. Ini yang kami lakukan. Kami berkeliling mendatangi tamu satu per satu. Beberapa kali, saya dan Fadli memisahkan diri menuju teman masing-masing. Tamu bisa duduk manis, kami yang datang.
Fadli ngobrol dengan teman kampusnya (Dokumentasi Detranium sebelum diedit) |
Elus-elus perut bumil Bosku Nisa (Dokumentasi Detranium sebelum diedit) |
Rasanya sayang sekali bagi kami kalau ada teman yang jauh-jauh datang namun tak sempat disapa. Apalagi yang sudah lama tidak bertemu, pasti banyak yang ingin ditanyakan dan diceritakan.
Makan, Cerita, Foto
Lalu acaranya apa saja? Makan, cerita, foto. Sudah cuma tiga itu saja. Kadang kalau kondangan, mau berfoto dengan pengantinnya sering terbatas waktu. Mau lama-lama berfoto koq dilirik tajam stopper/WO dan tamu lain yang antre di belakang. Untuk acara ini, kami yang mengajak teman-teman untuk berfoto. Sepuasnya, secapeknya ambil foto.
Pengantin melayani selfie tak terbatas (Dokumentasi Detranium sebelum diedit) |
Foto terus sampai memori habis (Dokumentasi Detranium sebelum diedit) |
Kami bekerja sama dengan Mas Avie dan Mas Iqbal dari Detranium untuk mengabadikan momen. Mas Avie yang lihai mengambil foto dan mengarahkan gaya. Mas Iqbal yang sangat baik hati, mau direpotkan dengan banyaknya titipan handphone. Harapannya momen ini bisa diabadikan oleh semua yang datang.
Mas Iqbal adalah lelaki tumpuan semua handphone (Dokumentasi Detranium sebelum diedit) |
Suasana yang Santai
Bukan hanya tamunya yang santai tetapi pengantinnya juga. Termasuk dalam hal pakaian. Pakaian yang kami kenakan, dipilih yang memudahkan kami untuk bergerak. Tidak terlalu ramai dan heboh sendiri.
Baju kami nuansa warna beige (Dokumentasi Detranium sebelum diedit) |
Waktu teman-teman tanya, dresscodenya apa? Kami jawab, pakailah pakaian yang paling nyaman. Tidak harus warna tertentu, yang penting sopan. Kami tidak ingin membebani teman-teman. Teman-teman kerja Fadli ada yang pakai dresscode a la di kantor. Kantor perusahaan game loh ya.
Kami masih bisa minum, curi-curi makan kue. Fadli masih kebagian creme brulee favoritnya. Saya sempat nyemil makanan yang diambil teman. Tim fotografer juga bisa santai sambil makan. Mau makan berat juga bisa sebenarnya. Cuma khawatir terlalu kekenyangan padahal masih ke sana ke mari.
Laper juga liat creme brulee (Dokumentasi Detranium sebelum diedit) |
Rapi dan Bersih
Saya sebenarnya suka risih dengan banyaknya piring kotor di lantai. Belum lagi kalau kateringnya agak malas mengangkut piring sebelum penuh. Sering membuat nafsu makan saya berkurang.
Penataan makanan yang bersih dan rapi (Dokumentasi Detranium sebelum diedit) |
Itulah kenapa saya memilih lokasi di hotel. Alasannya bukan karena kemakan gengsi. Pertimbangannya crew di hotel lebih sigap dan rajin mengangkut piring kotor. Paling tidak, meja dan tempat makanan lebih nyaman dilihat.
Karena Suasana Rumah Dibuat Bukan Disewa
Jujur awalnya, saya ingin menggunakan dekorasi ini itu. Jatuhnya memang ribet dan saya diingatkan Fadli. Konsepnya kan sederhana, koq malah kamu ribet. Setelah terjadi pergolakan batin seorang wanita, saya putuskan tak usahlah pakai dekorasi segala. Lama-lama saya juga berpikir. Yang saya inginkan itu suasana a la rumah. Apa ya di rumah ada dekorasi heboh-heboh yang di mana itu sesuatu yang disewa.
Malah saya dapat gantinya, dekorasi dari alamnya Allah. H-1 tempat acara dipindahkan ke tempat yang lebih privat. Lantai tertinggi di hotel Neo. Berlatar langit putih cerah dan pemandangan kota Jogja di bawahnya. Alhamdulillah rezeki *cerita di tulisan selanjutnya.
Malah saya dapat gantinya, dekorasi dari alamnya Allah. H-1 tempat acara dipindahkan ke tempat yang lebih privat. Lantai tertinggi di hotel Neo. Berlatar langit putih cerah dan pemandangan kota Jogja di bawahnya. Alhamdulillah rezeki *cerita di tulisan selanjutnya.
Teman-teman selfie berlatar langit biru (Dokumentasi Detranium sebelum diedit) |
Terima Kasih dari Kami
Kadang sulit untuk berterima kasih kepada yang sudah hadir. Kebanyakan dijadikan satu saat salaman di pelaminan. Untuk acara ini, kami ingin berterima kasih satu per satu kepada yang sudah hadir. Sama seperti saat teman sudah berkunjung ke rumah.
Salamin satu-satu sebelum pulang (Dokumentasi Detranium sebelum diedit) |
Kami sangat bersyukur, teman-teman mau meluangkan waktu dan tenaga. Ada yang datang jauh-jauh dari luar kota. Ada yang menitipkan salam dari yang berhalangan hadir. Bahkan ada yang hamil 9 bulan masih mengusahakan untuk hadir. Kedatangan teman-teman adalah kebahagiaan yang luar biasa bagi kami. Kami hanya bisa memberikan ucapan terima kasih diselipkan doa untuk semuanya.
Peluk satu-satu sampai merem-merem (Dokumentasi Detranium sebelum diedit) |
Itulah kisah panjang konsep syukuran pernikahan bertema Home Is Where The Heart Is a la Mira dan Fadli. Setiap konsep pasti ada kelebihan dan kekurangannya. Kami hanya bisa mengundang sampai 150 orang mempertimbangkan kenyamanan tempat dan alokasi dana tentunya. Belum tentu cocok dengan pasangan yang ingin perayaan yang besar dengan undangan ratusan.
Bagi saya, konsep pernikahan itu kembali lagi kepada value pasangan, kesepakatan keluarga, dan tujuan konsep tersebut. Untuk kami yang terpenting adalah momen ini bukan hanya perayaan milik kami sendiri tetapi milik semua yang hadir.
Ada sedikit tips nih untuk memilih konsep baik resepsi atau syukuran pernikahan
- Tetapkan tujuan diadakannya acara tersebut. Apa yang ingin kita capai.
- Ukur kemampuan diri sendiri dan pasangan kita untuk menjalankan konsep tersebut baik secara waktu, finansial, dan komitmen. Berhenti menggunakan ukuran orang lain.
- Komunikasikan secara berkala dengan orang tua.
- Perhatikan faktor cuaca dan kenyamanan yang lain.
- Sabar. Setiap rencana pasti ada hambatan dan kekurangannya.
-MY yang kadang masih geli disebut istri-